Malam ini ku berjalan di tepian
angan dan kenangan masalalu, masa yang menjadikanku ke langkah hidupku saat
ini, hingga mengingatkan ku dengan dua kata. Dua kata sederhana yang terangkai
dalam bentuk kalimat yang sering di ucapkan oleh setiap orang yang pernah
mengalaminya yakni "putih abu-abu". Sesekali kutersenyum mengingat
itu semua, seakan tak ada kata yang membuatku percaya bahwa aku pernah
menjalaninya selama tiga tahun melanglang di kabut putih demi menjadikan diriku
mengetahui, mengetahui jati diriku, mengetahui hidupku, mengetahui langkahku,
mengetahui perjalananku, mengtahui semua yang aku tahui.
Lentera itu kini kian menggeming
dalam ingatan mungilku, sehingga aku tau jalan hidup ini masih panjang, ingin
ku cerita sosok gelap dalam terangku masa itu. Cerita itu berawal dari gedung
LAB sekolahku yang ku cintai itu. kusebut saja SMA N 1 Timang Gajah. Kala itu
berdiri tegap batang pohon yang ku jadikan tempat berteduh, dikala ku istirahat
dan menjalani hari putih abu-abuku di sekolah itu. kutorehkan wajahku di rumah
belajarku yang lalu, penuh dengan tanda tanya, penuh dengan coretan, penuh
dengan hiasan, penuh dengan bunga yang dahulunya sempat ku juga ikut menanamnya
di sana.
Rumah singgahku selama tiga tahun,
ingin juga ku bercerita bagaimana kumenemukan sepotong kertas buram yang telah
dimakan usia disudut toilet salah satu toilet di sekolah itu. Tentang bagai
mana aku menjadikan toilet itu tempat membuang segala hajatku dan hajat seluruh
penghuni sekolah itu. ingin juga ku cerita bagaimana aku dahulu menyimpan
sebatang rokok untuk ku jadikan teman istirahatku dikala aku berkumpul dengan
mereka-mereka yang dulu ku kenal sebagai teman sekolahku, tapi hingga kini
masih juga ku memberikan titel teman sekolahku pada mereka. karna ku tahu tanpa
mereka semua apalah artinya putih abu-abuku yang kujalani dahulu. mereka semua
yang membuatku merasakan senyum dan tawa, canda dan derita, jail dan bandel,
lebut dan baik, senang dan riang, ketawa dan menertawai, dan semua yang ku jalani
bersama mereka semua.
Putih abu-abu ku kala itu berjalan
seiring bumi ini berputar bak poros pijar yang menjadikan lentera masa itu
menyala. walaupun ku tau lentera itu tak semuanya menyala serempak sama terang
benderang, ada yang redup, dan ada juga yang berayun. tapi lentera itu tetap
saja menyala. hingga kini ku dengar kata cerita, kujuga mampu bercerita tentang
putih abu-abuku.
Ingin juga kucerita bagaimana dunia
ku sekarang pada putih abu-abuku yang lalu. tentang bagaimana ku menemukan
ukiran tua yang telah usang, tentang bagaimana kami berpindah dari tong tua ke
tong yang baru. tentang bagaimana kejailan aku, mereka, dan semua yang lalu.
ingin ku cerita semua.
Hingga ku menemukan secarik kertas
biru bersampulkan angan dan citaku kala putih abu-abu
"Katakan Pada semuanya aku
masing menyimpan lentera itu di seragam putih abu-abuku yang telah usang ini,
dan katakan pada semua aku berterimakasih pada bintang yang telah memberikanku
cahaya dikala gelap, dan katakan pada semua kini aku hampir mencapai jarum yang
dulu di tumpukan pada jerami"
Kala putih abu-abu itu masaih
berjalan mencari hidupnya, ku menjumpai sepasang amplop yang bercorakkan bunga
mawar putih yang menari di himpitan sayap merpati yang menjadikan dunia ini
tersenyum ketika menyentuhnya. ku tau itu selebaran surat yang membuatku
penasaran untuk membacanya.
Untuk Sekolahku
SMA N 1 Timang Gajah
ASALLAMUALAIKUMWAROHMATULLAHIWABARAKATUH.
Sekolahku yang ku cintai, kutau
jalan hidupku ini masih panjang dan melelahkan tapi ku yakin kau disana dalam keadaan yang baik baik
saja tanpa ada celah luka dalam batinmu. dalam rajutan kata pada surat
ini mungkin bayak sekali kesalahan dan pemahaman yang tanpa sengaja
ku lontarkan dalam tulisan usang ini.
Untuk sekolahku, dunia ini
ternyata indah dan menyenangkan, begitu
indahnya sering sekali menjadikan masalah kecil menjadi patamorgana untuk
kedepan
Sekolahku yang kusayangi,
maafkan aku yang tak mampu membawamu menjadi seperti yang kau inginkan padaku dahulu. Ku tau manusia selalu
memiliki keinginan dan cita-cita yang tinggi tapi apa yang hendak di
kata aku tak mampu memenuhi amanah yang telah engkau berikan. dengan
coretan pena ini aku berikan sepucuk kabar dari diriku disini yang telah
menjadi serpihan yang takkan mungkin dapat berguna kembali untukmu
sekolahku. Sekolahku sekali lagi maafkan aku. Karna ku tak mampu
menjadikan dirimu tersenyum karnaku, dikala kau sedang sengsara karna diriku
yang menjadi generasi yang tak dapat kau percaya.
Demikian surat singkatku
untukmu sekolahku, sekolahku sampaikan
salamku pada semua penghunimu agar aku tau kabar mereka disana. yang
selalu kau harapkan untuk dapat menjadikannya kebanggaan hatimu.
Sekolahku. salam rinduku
dari aku yang mengecewakanmu
TRIS
Seketika ku terhentak membaca surat
singkat yang ku temui di balik jendela sekolahku dahulu. Entah, entah apa yang
difikirkan oleh penulis itu. Yang aku ketahui, aku ingin bercerita lebih banyak
lagi tentang sekolahku nanti, disaat aku menjadikan sekolahku ini mau
menerimaku kembali dalam karakter yang berbeda. Ahhh... itu cuma impianku saja.
Ingin juga ku ceritakan semua, semua dan semua tapi ingin sekali ku katakan padamu
padanya dan pada semua, ini cerita ku yang akan berakhir kala mentari siang
telah menjadikan rembulan tersenyum malu meninggalkan peraduannya di balik awan
lembut yang menyelimuti langit siang yang menjadikan harapan takan pernah
berhenti sampai sini.
Aku juga ingin bercerita sedikit
lagi tentang seorang pemuda paruh baya yang mendiami tubuhku ini. Kala senja
menyingsing, ia selalu hinggap di tepian pantai ku yang berpagarkan pohon
kelapa serta dikawal tegapnya cemara mengayun indah, serpihan ombak pantai yang
selalu menyapa kehadirannya dengan sorak morai kegembiraan yang tiada dapat
diukur dengan langkah baru yang begitu istimewa. Bukan hanya mereka
dilangitkupun burung-burung berkicau ria menyampaikan pesan kegembiraannya
kepada sosok pemuda itu untuk disampaikan dan diceritakan kepada keluarganya
yang selalu setia menanti disangkar-sangkar yang begitu anggun. Hingga seluruh
pelosok negri ini tau ia saat itu sedang berada di tepian pantai itu. Dibalik
lautku yang luas juga ikan-ikan menari beriringan dengan gelombang lautku yang
mengayun-ayun rapi setara bersama menyambut pemuda paruh baya itu.
Pantaiku dan pesonaku yang begitu
dipuja membuat pemuda itu menghela napas leganya dapat hidup dihimpitan
gunung-gunung yang menjulang bak menara yang begitu kokoh, serta begitu
indahnya tubuhku untuk dicumbu demi masa depan mereka semua orang yang hidup
memperjuanggkan diriku menjadi Negri yang berwibawa. Mereka semua adalah
masadepanku kini dan nanti.
Ia, pemuda separuh baya yang
kuceritakan ini selalu hadir ditepian pantaiku ini, ia selalu saja berdiri dan menghela
napasnya, seakan ia merasakan sebuah kepuasan yang tidak dapatkuceritakan lagi.
Tapi kini pemuda separuh baya itu tak mampulagi untuk bergerak normal, tubuhnya
terbungkus oleh kain putih yang membalutnya rapi. Ia seakan terbaring menghela
napas terakhirnya dipembaringan yang begitu nyaman itu. Ia selalu tersenyum
melihatku. Pesan terakhirnya yang mampu terucap dari bibirnya yang manis itu
hanyalah “Jagalah Negriku …”.
Karya
Bambang Sutrisno
0 komentar:
Komentar dan Saran Anda
Tinggalkan komentar dan saran anda mengenai artikel ini ...