Berita Terkini :
Home » , , » SEPUCUK SURAT UNTUK PUTIH ABU-ABU_Oleh Bambang Sutrisno

SEPUCUK SURAT UNTUK PUTIH ABU-ABU_Oleh Bambang Sutrisno

Written By Unknown on Wednesday, May 8, 2013 | 10:42 AM





Malam ini ku berjalan di tepian angan dan kenangan masalalu, masa yang menjadikanku ke langkah hidupku saat ini, hingga mengingatkan ku dengan dua kata. Dua kata sederhana yang terangkai dalam bentuk kalimat yang sering di ucapkan oleh setiap orang yang pernah mengalaminya yakni "putih abu-abu". Sesekali kutersenyum mengingat itu semua, seakan tak ada kata yang membuatku percaya bahwa aku pernah menjalaninya selama tiga tahun melanglang di kabut putih demi menjadikan diriku mengetahui, mengetahui jati diriku, mengetahui hidupku, mengetahui langkahku, mengetahui perjalananku, mengtahui semua yang aku tahui.

Lentera itu kini kian menggeming dalam ingatan mungilku, sehingga aku tau jalan hidup ini masih panjang, ingin ku cerita sosok gelap dalam terangku masa itu. Cerita itu berawal dari gedung LAB sekolahku yang ku cintai itu. kusebut saja SMA N 1 Timang Gajah. Kala itu berdiri tegap batang pohon yang ku jadikan tempat berteduh, dikala ku istirahat dan menjalani hari putih abu-abuku di sekolah itu. kutorehkan wajahku di rumah belajarku yang lalu, penuh dengan tanda tanya, penuh dengan coretan, penuh dengan hiasan, penuh dengan bunga yang dahulunya sempat ku juga ikut menanamnya di sana.

Rumah singgahku selama tiga tahun, ingin juga ku bercerita bagaimana kumenemukan sepotong kertas buram yang telah dimakan usia disudut toilet salah satu toilet di sekolah itu. Tentang bagai mana aku menjadikan toilet itu tempat membuang segala hajatku dan hajat seluruh penghuni sekolah itu. ingin juga ku cerita bagaimana aku dahulu menyimpan sebatang rokok untuk ku jadikan teman istirahatku dikala aku berkumpul dengan mereka-mereka yang dulu ku kenal sebagai teman sekolahku, tapi hingga kini masih juga ku memberikan titel teman sekolahku pada mereka. karna ku tahu tanpa mereka semua apalah artinya putih abu-abuku yang kujalani dahulu. mereka semua yang membuatku merasakan senyum dan tawa, canda dan derita, jail dan bandel, lebut dan baik, senang dan riang, ketawa dan menertawai, dan semua yang ku jalani bersama mereka semua.

Putih abu-abu ku kala itu berjalan seiring bumi ini berputar bak poros pijar yang menjadikan lentera masa itu menyala. walaupun ku tau lentera itu tak semuanya menyala serempak sama terang benderang, ada yang redup, dan ada juga yang berayun. tapi lentera itu tetap saja menyala. hingga kini ku dengar kata cerita, kujuga mampu bercerita tentang putih abu-abuku.

Ingin juga kucerita bagaimana dunia ku sekarang pada putih abu-abuku yang lalu. tentang bagaimana ku menemukan ukiran tua yang telah usang, tentang bagaimana kami berpindah dari tong tua ke tong yang baru. tentang bagaimana kejailan aku, mereka, dan semua yang lalu. ingin ku cerita semua.

Hingga ku menemukan secarik kertas biru bersampulkan angan dan citaku kala putih abu-abu

"Katakan Pada semuanya aku masing menyimpan lentera itu di seragam putih abu-abuku yang telah usang ini, dan katakan pada semua aku berterimakasih pada bintang yang telah memberikanku cahaya dikala gelap, dan katakan pada semua kini aku hampir mencapai jarum yang dulu di tumpukan pada jerami"

Kala putih abu-abu itu masaih berjalan mencari hidupnya, ku menjumpai sepasang amplop yang bercorakkan bunga mawar putih yang menari di himpitan sayap merpati yang menjadikan dunia ini tersenyum ketika menyentuhnya. ku tau itu selebaran surat yang membuatku penasaran untuk membacanya.


Untuk Sekolahku

SMA N 1 Timang Gajah


ASALLAMUALAIKUMWAROHMATULLAHIWABARAKATUH.

Sekolahku yang ku cintai, kutau jalan hidupku ini masih panjang dan melelahkan tapi ku yakin kau disana dalam keadaan yang baik baik saja tanpa ada celah luka dalam batinmu. dalam rajutan kata pada surat ini mungkin bayak sekali kesalahan dan pemahaman yang tanpa sengaja ku lontarkan dalam tulisan usang ini.

Untuk sekolahku, dunia ini ternyata indah dan menyenangkan, begitu indahnya sering sekali menjadikan masalah kecil menjadi patamorgana untuk kedepan

Sekolahku yang kusayangi, maafkan aku yang tak mampu membawamu menjadi seperti yang kau inginkan padaku dahulu. Ku tau manusia selalu memiliki keinginan dan cita-cita yang tinggi tapi apa yang hendak di kata aku tak mampu memenuhi amanah yang telah engkau berikan. dengan coretan pena ini aku berikan sepucuk kabar dari diriku disini yang telah menjadi serpihan yang takkan mungkin dapat berguna kembali untukmu sekolahku. Sekolahku sekali lagi maafkan aku. Karna ku tak mampu menjadikan dirimu tersenyum karnaku, dikala kau sedang sengsara karna diriku yang menjadi generasi yang tak dapat kau percaya.

Demikian surat singkatku untukmu sekolahku, sekolahku sampaikan salamku pada semua penghunimu agar aku tau kabar mereka disana. yang selalu kau harapkan untuk dapat menjadikannya kebanggaan hatimu.

Sekolahku. salam rinduku

           
                                                            dari aku yang mengecewakanmu

TRIS 



Seketika ku terhentak membaca surat singkat yang ku temui di balik jendela sekolahku dahulu. Entah, entah apa yang difikirkan oleh penulis itu. Yang aku ketahui, aku ingin bercerita lebih banyak lagi tentang sekolahku nanti, disaat aku menjadikan sekolahku ini mau menerimaku kembali dalam karakter yang berbeda. Ahhh... itu cuma impianku saja. Ingin juga ku ceritakan semua, semua dan semua tapi ingin sekali ku katakan padamu padanya dan pada semua, ini cerita ku yang akan berakhir kala mentari siang telah menjadikan rembulan tersenyum malu meninggalkan peraduannya di balik awan lembut yang menyelimuti langit siang yang menjadikan harapan takan pernah berhenti sampai sini.

             Sorak-sorai yang melantang dari bibir manis yang mulai menari indah dalam tumpuan semangat baru terjalin kokoh dalam semangat bak letupan gunung Krakatau yang mengubah peradaban kala itu yang pasti mereka bernyanyi merdu mengiringi langkahku yang masih jauh kedepan. Untuk menggapai mimpiku dikala ku terpaku dalam kursi harapan yang memerhatikan mereka-mereka sejarawan yang baru serta pembangunku yang baru.


            Aku juga ingin bercerita sedikit lagi tentang seorang pemuda paruh baya yang mendiami tubuhku ini. Kala senja menyingsing, ia selalu hinggap di tepian pantai ku yang berpagarkan pohon kelapa serta dikawal tegapnya cemara mengayun indah, serpihan ombak pantai yang selalu menyapa kehadirannya dengan sorak morai kegembiraan yang tiada dapat diukur dengan langkah baru yang begitu istimewa. Bukan hanya mereka dilangitkupun burung-burung berkicau ria menyampaikan pesan kegembiraannya kepada sosok pemuda itu untuk disampaikan dan diceritakan kepada keluarganya yang selalu setia menanti disangkar-sangkar yang begitu anggun. Hingga seluruh pelosok negri ini tau ia saat itu sedang berada di tepian pantai itu. Dibalik lautku yang luas juga ikan-ikan menari beriringan dengan gelombang lautku yang mengayun-ayun rapi setara bersama menyambut pemuda paruh baya itu.

            Pantaiku dan pesonaku yang begitu dipuja membuat pemuda itu menghela napas leganya dapat hidup dihimpitan gunung-gunung yang menjulang bak menara yang begitu kokoh, serta begitu indahnya tubuhku untuk dicumbu demi masa depan mereka semua orang yang hidup memperjuanggkan diriku menjadi Negri yang berwibawa. Mereka semua adalah masadepanku kini dan nanti.

            Ia, pemuda separuh baya yang kuceritakan ini selalu hadir ditepian pantaiku ini, ia selalu saja berdiri dan menghela napasnya, seakan ia merasakan sebuah kepuasan yang tidak dapatkuceritakan lagi. Tapi kini pemuda separuh baya itu tak mampulagi untuk bergerak normal, tubuhnya terbungkus oleh kain putih yang membalutnya rapi. Ia seakan terbaring menghela napas terakhirnya dipembaringan yang begitu nyaman itu. Ia selalu tersenyum melihatku. Pesan terakhirnya yang mampu terucap dari bibirnya yang manis itu hanyalah “Jagalah Negriku …”.

Karya Bambang Sutrisno
Bagikan Artikel Ini :

0 komentar:

Komentar dan Saran Anda

Tinggalkan komentar dan saran anda mengenai artikel ini ...

English French German Italian Portuguese Japanese Korean Arabic

FACE

 
Blog ini Milik: Mas | Bambang | Sutrisno
Diberdayakan oleh Blogger
Copyright © 1989-2014. Pemulung Aksara - All Rights Reserved
Terimakasih Sudah Berkunjung Ke Blog Ini, Salam dari Saya Bambang Sutrisno