“Hai
sobat…!” hari ini begitu indah bagiku, mentari yang semula bersembunyi dalam
semalam kini telah menunjukan hidungnya yang moncong itu kembali, “ah…”
desahku. Aku tak mengerti, yang Aku tau hari ini membuatku sangat merindukan
sesuatu yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Entah, Akupun tidak tau apa
sebenarnya yang Aku inginkan itu, yang pasti Aku menginginkan perubahan dalam
diriku perubahan yang belumpernah Aku rasakan, menjadi Negri yang lebih beruntung
atau juga menjadi Negri yang lebih berguna boleh juga menjadi Negri yang selalu
bernasip baik. “Aii…!” anganku mungkin terlalu tinggi untuk menjadi itu semua,
tapi yang pasti Aku ingin berubah.
Kukatakan
pada diriku yang mungil ini sebuah cita dan asa yang mungkin atau tidak akan
kuraih, satu pesan yang akan kujadikan semangat dalam hidupku berubah untuk
menjadi yang lebih baik. Sungguh hanya kata perubahan itu yang selalu ada dalam
ingatanku, sehingga Aku lupa akan namaku sendiri, terkadang orang lain
memanggilku dengan nama yang asing bagiku bahkan tak pernah Aku dengar sama
sekali. Tapi itulah Aku, sebagai Negri yang terbuang oleh jaman tak semua yang
Ku jalani akan dihargai dan tak semua yang kulakukan akan mendapatkan
apresiasi, ya… begitu kata orang yang pernah Aku dengar melintas di daun
telinga mungilku ini.
Jalan
berliku mengawali langkahku menuju detak jantung di pulau tua yang mengukir
sejarah lama Bangsaku ini. Bangsa yang begitu megahnya, Bangsa yang beradab,
bangsa yang memiliki beribu ragam corak budaya dan bahasa yang menyebar di
pelosok-pelosok Negri ini sejajar dengan garis merah pada detik sejarah, sebut
saja garis katulistiwa. Bukan hanya itu saja bangsa yang luhur ini juga
menyimpan begitu banyak titian-titian prasasti yang begitu indah, indah dari
sudut pandangnya, indah dari nilai historisnya, indah dari akar budayanya,
indah dari pemikirannya yang membuat bangsaku ini menjadi bangsa yang berbudi
luhur.
“Hai sobat…!” aku ingin bercerita
tentang bangsa ini, kota tua di ujung bangsa yang luhur ini, kota kecil yang
sempit, kota yang pengap dengan kesederhanaan, kota yang bising akan keramahan,
kota yang ramai akan senyuman, kota yang membuat aku menginginkan kasih sayang,
kasih sayang dari pujian pemimpin kita, kota ini menjunjung tinggi golongannya,
dan kota yang selalu berkata “aku hidup sendiri disini, aku jua hidup untuk
masa ku nanti, aku ingin menjadi pribadi megah dengan kelompokku tapi tidak
mereka”. Jadi yang bukan golongannya bagai mana?
Aku
tidak mau bercerita tentang kota itu yang penuh dengan kemunafikan. Aku ingin
bercerita tentang gadis kecil yang menjadi penari di jalanan dengan baju tua
yang hampir saja lusuh, sedikitlagi akan berbau busuk, mengakar dari budaya
yang dibawanya dari desa demi mencari logam rupiah untuk kelangsungan hidupnya.
Bajunya bercorak morai dengan tenun berukir di selendangnya itu, tenun berukir
yang menyampaikan pesan untuk semua orang yang menyaksikan laganya di trotoar
jalan, gadis itu berlaga di pemukiman yang sebut saja asri itu. Selendang putih
yang melambai-lambai bak ranting cemara di tepian pantai mengayun-ayun ketika
dibelai oleh lembutnya semilir angin pantai dan terhampar luas gurun pasir
putih yang sesekali menyanyi dengan riak ombak pantai, seakan tiada hentinya
semangatnya untuk meyampaikan pesan tua itu “selamatkanlah budayaku”.
“Hai sobat…!” Ketika teriakan dari
celah-celah tubuhku ini mengingatkanku tentang budi luhur diriku dahulu yang
diperebutkan oleh begitu banyaknya harapan dan mimpi para pejuangku dulu.
Mereka menjadikanku sebagai lahan untuk menumpahkan darah serta mengorbankan
begitu banyak materi dan orang-orang yang mereka kasihi hanya untuk membela
diriku menjadi sebuah Negri yang luhur dan berbudaya yang takkan pernah
terhitung nilainya untuk dijadikan kepingan materi ataupun kekayaan bagi diri
mereka. Kala itu yang mereka tau hanyalah membebaskanku dari belenggu ketidak
adilan dan menjadikanku bebas serta merdeka. Semangat mereka saat ini terpatri
ditubuhku yang hampir renta ini yang berharap ada semangat baru yang
melahirkanku menjadi sosok baru seperti yang
aku idam-idamkan saat ini.
Aku juga ingin bercerita tentang
bangsaku ini yang memiliki beribu pulau yang sangat dibanggakan oleh dunia,
yang membentang digaris merah milikku yang telah terkenal sejak dahulu. Kalau aku
bercerita tentang bangsaku ini, begitu indahnya takkan mungkin dapat
kuungkapkan dengan garisan kata-kata ataupun bait puisi untuk mengatakan
bangsaku ini indah, bangsaku ini kaya, bangsaku ini makmur, bangsaku ini ramah,
bangsaku ini hebat, bangsaku ini begitu istimewa bagiku. Terlalu banyak kata
yang mampu tersusun menjadi rangkaian balaok-balok kata yang begitu menarik
untuk di simak. Namun, ini ceritaku tentang bangsaku yang takakan mampu ku
tuliskan dalam bait-bait yang tersusun manis dan rapi bagaikan para penyair
yang memuja keindahanku dalam karyanya yang begitu istimewa bagiku.
Mereka semua bercerita tentang
diriku yang memiliki pantai yang menyimpan keindahan alam yang tak dapat diukur
oleh keindahan permata sekalipun, nyiur tanganku seakan melambai menjadikanku
mentari yang selalu ada dalam hati dan jiwa mereka yang sangat membuatku
tersenyum dari apa yang telah mereka hasilkan. Aku Negri yang dipuja karna
mereka, karna mereka aku bisa menjadi tersenyum banga akan prestasi mereka di Negri-Negri
yang lain yang memuji akan prestasi dan kecemerlangan ide bangsaku ini. Ya,
bangsaku yang aku ceritakan ini bukanlah bangsa yang menjadi pribadi yang
lemah, karna ku tau bangsaku bukanlah bangsa yang pantang menyerah, ia akan
terus membuatku bangga menjadi Negri yang hakiki demi bangsa yang berbudi.
“Hai sobat…!” aku juga ingin bercerita
tentang perjalanku kalaku masih meniti perjuangan di titik-titik semangat yang
tumbuh dari para pejuangku yang lalu. Bangsaku juga memiliki semangat juang itu
hingga kini yang dapat dilihat tegak berdiri kokoh dalam prasasti tua yang
masih saja menjadi kanku tetap bersemanagat untuk bercerita tentang bangsaku
ini. Semangat mereka tersebar di pelosok-plosok tubuhku ini, yang di abadikan
dengan monument-monumen yang begitu megahnya, menjadikanku lebih yakin bahwa
semangat bangsaku ini untuk menjadikanku Negri yang kuharapkan dan ku ipikan
akan terwujud. Semangat yang masih tersimpan di pelosok-pelosok tubuhku yang
mengalir darah perjuangan dan semangat kebersamaan masa lalu dikala aku menjadi
incaran serta tujuan Negri lain yang ingin membunuhku dan mengklaimku menjadi
miliknya. Tapi karna semangat merekalah aku bisa hidup sampai saat ini, hingga
semua bisa tau inilah bangsaku yang aku ceritakan saat ini dan yang di perjuangkan
dahulu oleh para pelopor pejuangku dahulu, mereka dengan semangat membebaskanku
dari ketidak senonohan menjadi Negri yang dicintai dan dikasihi saat ini.
Ceritaku tentang pejuangku dahulu
bukan hanya itu saja, Aku ingat mereka rela menyerahkan potongan-potongan
tangan bahkan kepalanya untuk menjadikanku terbebas dari belenggu kotor
masalalu. Mereka membela semua yang ada dalam tubuhku ini mulai dari
langit-lagitku yang biru terbentang tanpa batas, bumiku yang tersusun dari
ribuan pulau-pulau kecil dan besar, airku yang mengalir dari lembah-lembah
tubuhku, udaraku yang menjadikanku tumpuan untuk hidup mereka, itu semua mereka
menjaganya demi kelangsungan hidupku dan jati diriku kala itu. Itulah
pejuangku, Aku memiliki bangsa yang sangat kuat, hingga Aku tau bahwa bangsaku
ini bukanlah bangsa yang bisa dijadikan mainan dalam bentuk apapun dikala itu.
“hai sobat…!” Aku masih ingin
bercerita bagaimana diriku memiliki bangsa yang tak akan pernah ada habisnya
untukku bercerita, bukan hanya kau yang tak mampu berhenti bercerita tentang
bangsaku ini. Namun, semua Negri yang telah mengenalku, mereka menjadikanku
sebagai tujuannya untuk memandang cakrawala yang hadir di tepian langitku yang
aku mililiki, yang menghampar kepingan-kepingan kelangsungan hidupku untuk
bangsaku ini yang takkan pernah aku lupakan. Bukan saja aku bercerita tentang
bangsaku yang luhur ini. Namun, semua yang mendiami bangsaku ini dari balik
tubuhku yang terbentang dari sabang hingga marauke yang telah tercipta dalam
bait lagu kebangsaan yang menjadikan bangsaku berbeda namun tetap satu semangat
yakni dalam ikatan kebersamaan dalam susunan dan kata indah lima kata yang di
jadikan pijakan di bangsaku yang mereka menyebutnya pancasila itu.
Bukan itu saja, bait kata yang
menjadikan tumpuan hidup mereka yang mendiami bangsaku ini bukan hanya dari
satu golongan saja, ini juga yang membuatku bangga menjadi sosok Negri yang
besar ini, dari budaya yang hidup mereka dahulu tetap satu dalam tujuan walau
kutau mereka berbeda aliran dan pemahaman baik dalam nilai keyakinan dan nilai
kebiasaan sebut saja adat istiadat dan Agama dikalangan pejuangku dahulu. Namun
lagi-lagi semangat mereka hanya satu yakni menjadikan ku hidup dalam kedamaian
dan ketentraman serta menjadikan ku hidup tersenyum dalam ikatan persaudaraan
tanpa kenal yang dikatakan sebagai ras maupun golongan itu yang ada dalam niat
suci para pejuangku dahulu yakni merdeka, merdeka dari penindasan, merdeka dari
ketidak adilan, merdeka dari kebebasan beribadah, merdeka dari kebebasan
berkarya, merdeka dari permusuhan, dan bersatu, bersatu dalam keharmonisan,
bersatu dalan tujuan, bersatu dalam keselarasan, bersatu dalam pemahaman,
bersatu dalan keputusan, bersatu dalam ikatan “kita Bangsa Indonesia” buakan
bangsa yang berpecah belah. Bukan bangsa yang tak menjujung budaya sendiri,
bukan malu akan budaya sendiri, bukan malu akan dirisendiri pada bangsa lain.
Tapi mereka malu kalau mereka itu pejuangku tak mampu bersatu. Apakah saat ini
masih ada?
“Hai sobat…!” kini ku merindukan
bangsaku yang dulu, tapi aku juga takmau menjadi bangsa yang terpaku dengan
masalalu. Karna, bangsaku kini telah menjadi cahaya intan yang tiada tara dari
bangsa yang lain. Sebenarnya ingin kucerita semua tentang bangsaku yang menjadi
darah dagingku ini. Dari semua yang dilakukan oleh pembangun bangsaku yang
dahulu dan saat ini. Aku masih memiliki cerita yang begitu indah tentang
bangsaku saat ini.
Sorak-sorai yang melantang dari
bibir manis yang mulai menari indah dalam tumpuan semangat baru terjalin kokoh
dalam semangat bak letupan gunung Krakatau yang mengubah peradaban kala itu
yang pasti mereka bernyanyi merdu mengiringi langkahku yang masih jauh kedepan.
Untuk menggapai mimpiku dikala ku terpaku dalam kursi harapan yang memerhatikan
mereka-mereka sejarawan yang baru serta pembangunku yang baru.
Aku juga ingin bercerita sedikit
lagi tentang seorang pemuda paruh baya yang mendiami tubuhku ini. Kala senja
menyingsing, ia selalu hinggap di tepian pantai ku yang berpagarkan pohon
kelapa serta dikawal tegapnya cemara mengayun indah, serpihan ombak pantai yang
selalu menyapa kehadirannya dengan sorak morai kegembiraan yang tiada dapat
diukur dengan langkah baru yang begitu istimewa. Bukan hanya mereka
dilangitkupun burung-burung berkicau ria menyampaikan pesan kegembiraannya
kepada sosok pemuda itu untuk disampaikan dan diceritakan kepada keluarganya
yang selalu setia menanti disangkar-sangkar yang begitu anggun. Hingga seluruh
pelosok negri ini tau ia saat itu sedang berada di tepian pantai itu. Dibalik
lautku yang luas juga ikan-ikan menari beriringan dengan gelombang lautku yang
mengayun-ayun rapi setara bersama menyambut pemuda paruh baya itu.
Pantaiku dan pesonaku yang begitu
dipuja membuat pemuda itu menghela napas leganya dapat hidup dihimpitan
gunung-gunung yang menjulang bak menara yang begitu kokoh, serta begitu
indahnya tubuhku untuk dicumbu demi masa depan mereka semua orang yang hidup
memperjuanggkan diriku menjadi Negri yang berwibawa. Mereka semua adalah
masadepanku kini dan nanti.
Ia, pemuda separuh baya yang
kuceritakan ini selalu hadir ditepian pantaiku ini, ia selalu saja berdiri dan menghela
napasnya, seakan ia merasakan sebuah kepuasan yang tidak dapatkuceritakan lagi.
Tapi kini pemuda separuh baya itu tak mampulagi untuk bergerak normal, tubuhnya
terbungkus oleh kain putih yang membalutnya rapi. Ia seakan terbaring menghela
napas terakhirnya dipembaringan yang begitu nyaman itu. Ia selalu tersenyum
melihatku. Pesan terakhirnya yang mampu terucap dari bibirnya yang manis itu
hanyalah “Jagalah Negriku …”.
Karya
Bambang Sutrisno (BS Ariga Mr)
0 komentar:
Komentar dan Saran Anda
Tinggalkan komentar dan saran anda mengenai artikel ini ...