Berita Terkini :
Home » , , , » Islam Kaffah dalam Sains

Islam Kaffah dalam Sains

Written By Unknown on Wednesday, May 8, 2013 | 6:06 AM



“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 208)
Pribadi muslim kaaffah adalah sosok umat Islam yang ideal dan diharapkan tumbuh dalam setiap individu. Pembahasan tentang bagaimana muslim kaaffah ini diungkapkan dalam kuliah umum bersama Dr. Ing. Suparno Satira, DEA yang bertemakan Muslim Kaaffah Persepsi Saintis di GSS D, Kompleks Masjid Salman ITB, Senin (18/2).
***

Kaaffah dalam bahasa diartikan “seluruhnya”, “semuanya”,  “holistik”, atau “menyeluruh dalam seluruh keadaan”. Hal ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam konsep pribadi muslim kaaffah, wilayahnya meliputi jasmaniyah (fisik), ruhiyah (psikis), dan rububiyah(spiritual).

Tak hanya itu, apabila dijelaskan lebih detil maka akan meliputi semua kebutuhan (fisik, psikis: emosional, spiritual: dzikir, fikir, dan dhamir), semua aspek kehidupan (ekonomi, sosial kultural, teknologi, hukum, politik, dan sebagainya), semua fungsi dan peran (atasan, bawahan, kolega, anak, orang tua, dan sebagainya), serta berlaku untuk semua waktu (malam, pagi, siang, kapan pun). Ruang lingkup ini tentunya akan membangun keunggulan individual dan keunggulan umat Islam.

Hipotesis awal tentang keunggulan tersebut bisa dilhat dari berbagai tanda. Mulai dari alam semesta yang diciptakan dengan tujuan dan keadaan terbaik. Kemudian Islam merupakan agama dari Allah Swt. Lalu tuntunan yang dimiliki Islam paling sempurna, dan umat Islam adalah umat terbaik sepanjang zaman. Penegasan Nabi Muhammad sebagai penyampai risalah keislaman yang merupakan rasul terbaik dan penutup dapat menguatkannya, karena apabila ada rasul setelah beliau, tentunya harus mempunyai ajaran yang lebih baik dari Islam.
Ke-kaffah-an Islam tidak hanya mengajarkan sesuatu yang bersifat ritual atau ibadah saja. Tetapi juga keilmuan-keilmuan yang bersifat saintik. Hal ini dijelaskan pada empat wahyu awal yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw.

Wahyu pertama, Surat Al-Alaq, Allah memerintahkan manusia untuk “membaca” atau belajar dan memahami objek-objek di alam karena manusia memiliki kemampuan untuk menangkap sinyal (insyarat) dari-Nya. Wahyu kedua, Surat Al-Qolam, Allah mengingatkan bahwa ilmu bisa membuat manusia lupa daratan sehingga harus berhati-hati dalam menyikapinya. Wahyu ketiga, Surat Al-Muzzammil, Allah menyuruh manusia bangun tengah malam untuk berkontemplasi tentang ciptaan-Nya yang tak sia-sia. Wahyu keempat, Surat Al-Muddatstsir, Allah memerintahkan pengkajian untuk menyampaikan suatu ilmu. Konsep penyampaian di surat itu tidak hanya berlaku bagi para mubalig dalam berdakwah saja.

Adanya petunjuk dari Allah kepada Nabi Muhammad ini, bukan kepada nabi-nabi sebelumnya, disebabkan beberapa hal. Umat dahulu belum meimiliki pengalaman yang cukup. Kemudian fasilitas belum cukup untuk berkembang (baik secara kuantitas maupun kualitas). Lalu komunikasi masih sangat terbatas, tuntunan yang harus konkrit, verbal dan visual (maka diutuslah para Rasul). Hingga belum ada keterbukaan sains yang baku disebabkan iptek pada saat itu terkumpul pada elit atas saja.
Lain halnya setelah pasca Nabi Muhammad. Umat saat itu telah mempunyai cukup pengalaman dan matang. Kemudian komunikasi antar kelompok mulai terbuka dan luas. Serta IPTEK sebagai sistem nilai mulai dibangun hingga terstruktur. Ini dapat dilihat dari banyaknya ahli pada bidang sains dari para ilmuwan Islam, seperti Aljabar dan Alkhawarizmi pada bidang matematika, Ibnu Sina pada bidang kedokteran, dan sebagainya.
Sekarang, banyak orang yang berpendapat bahwa Islam belum berkembang sedangkan barat-lah yang memimpin dalam hal sains. Padahal, dahulu Islam yang menjadi kiblat dan sumber ilmu pengetahuan. Hanya saja, banyaknya ilmuwan yang takut mengembangkan keilmuannya karena takut syirik. Hingga adanya serangan bangsa Mongol yang memusnahkan aset-aset ilmu pengetahuan umat Islam merupakan beberapa penyebab kemerosotannya. Sementara itu, pihak barat terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatinya dari Islam.

Sainstek dalam persepsi Islam

Pada sains dan teknologi dalam persepsi Islam, aqidah atau keyakinan merupakan landasan tertinggi dalam menetapkan aturan atau kaidah keilmuan. Terkait dengan ini, Allah secara terbuka menyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan lewat insyarat-insyarat yang disampaikan-Nya. Aturan mainnya bahkan telah ditetapkan.
Hal ini berujung kepada suatu keinginan berkualitas yang memiliki jenjang: keinginan membangun imajinasi, imajinasi membangun model, model menuntut deskripsi/kriteria, kriteria membangun suatu aturan, keinginan menuntut upaya, lalu aturan sebagai kendali mutu. Tentunya juga tak luput dari sifat ilmiah, seperti objektif, taat asas dan berkelanjutan.
Proses pembudayaan ke-kaaffah-an dalam keilmuan harus mengikuti kaidah ilmiah pula. Mulai dari sifat ilmiah, metode ilmiah, perilaku dalam tradisi ilmiah hingga berinteraksi dalam kesetimbangan yang akan membentuk knowledge based society (masyarakat berbasis pengetahuan). Prosedur ini akan bermuara pada hukum Allah (sunnatullah) yang berlaku dalam kehidupan manusia.

*Disarikan dari Kuliah Umum: Muslim Kaaffah dalam Persepsi Saintikdan dokumen presentasi Membangun Pribadi Muslim Kaafah karya Suparno Satira.

Bagikan Artikel Ini :

0 komentar:

Komentar dan Saran Anda

Tinggalkan komentar dan saran anda mengenai artikel ini ...

English French German Italian Portuguese Japanese Korean Arabic

FACE

 
Blog ini Milik: Mas | Bambang | Sutrisno
Diberdayakan oleh Blogger
Copyright © 1989-2014. Pemulung Aksara - All Rights Reserved
Terimakasih Sudah Berkunjung Ke Blog Ini, Salam dari Saya Bambang Sutrisno